Rabu, 04 Januari 2012

peran kepala sekolah dalam mengembang kurikulum KTSP

Dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan, perlu dioptimalisasikan peranan kepala sekolah, karena apabila seorang kepala sekolah dapat berperan secara aktif dalam tugas dan kewajibannya, maka hal tersebut akan berdampak pada kemajuansekolah yang dipimpinnya. Dinas Pendidikan, telah ditetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan supervisor (EMAS). Seiring dengan laju perkembangan jaman, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berperan sebagai edukator, manajer, administrator, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM)” Berikut uraian peran kepala sekolah adalah sebagai berikut:
                                                                            
1). Peran kepala sekolah sebagai educator
           Dalam menjalankan perannya, kepala sekolah perlu memiliki strategi dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Strategi tersebut antara lain: menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberi masukan kepada warga sekolah, memberikan dorongan positif kepada tenaga kependidikan, mengadakan program akselerasi bagi paerta didik yang cerdasdiatas normal.

2). Peran kepala sekolah sebagai manajer
            Dalam rangka melakukan perannya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategis yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama, memberi kesempatan kepada tenaga kependidikan dalan peningkatan profesi, dan mendorong pertisipasi seluruh tenaga kependidikan dalam program sekolah.
Contoh Kepala sekolah selaku manajer
1)       Menyusun perencanaan
2)       Mengorganisasikan kegiatan
3)       Mengarahkan kegiatan
4)       Melaksanakan pengawasan
5)       Melakukan evaluasi terhadap kegiatan
6)       Melakukan evaluasiterhadap kegiatan
7)       Menentukan kebijaksanaan
8)       Mengadakan rapat
9)       Mengambil keputusan
10)    Mengatur proses belajar mengajar
11)    Mengatur administrasi : ketatausahaan; siswa; ketenagaan; sarana prasarana; keuangan /RAPBS
12)    Mengatur organisasi siswa intra sekolah (OSIS)
13)    Mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instansi terkait.
3). Peran kepala sekolah sebagai administrator
Peran dan tanggungjawab kepala sekolah sebagai administrator secara spesifik adalah dalam hal pengelolaan kurikulum, administrasi peserta didik, administrasi sarana dan prasarana, administrasi kearsipan dan administrasi keuangan.
Contoh Kepala sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan administrasi
1)       Perencanaan                                               
2)       Pengorganisasian                      
3)       Pengarahan                                 
4)       Pengkoordinasian                      
5)       Pengawasan                                
6)       Kurikulum                                     
7)       Kesiswaan                                   
8)       Ketatausahaan                             
9)       Ketenagaan                                 
10)    Kantor                                          
4). Peran kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
Dari hasil supervisi ini dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Lebih jauh lagi Ngalim Purwanto menambahkan, usaha-usaha yang dilakukan oleh kepala sekolah selaku peran dan fungsinya sebagai supervisor adalah :
Ø  Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah didalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya
Ø  Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar.
Ø  Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntuan kurikulum yang sedang berlaku.
Ø  Membina kerjasama yang baik dan harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.
Ø  Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka mengikuti penataran-penataran, seminar sesuai bidangnya masing-masing.
Ø  Membina hubungan kerjasama antara sekolah dengan BP3 dan instansi-instansi dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.
Sedangkan menurut Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto (1984: 55), kepala sekolah sebagai supervisor memegang peranan yang sangat penting dalam :
1.       Membimbing guru agar dapat memahami lebih jelas masalah atau persoalan-persoalan dan kebutuhan murid, serta membantu guru dalam mengatasi suatu persoalan.
2.      Membantu guru dalam mengatasi kesukaran dalam mengajar.
3.      Memberi bimbingan yang bijaksana terhadap guru baru dengan orientasi.
4.     Membantu guru memperoleh kecakapan mengajar yang lebih baik dengan menggunakan berbagai metode mengajar yang sesuai dengan sifat materinya.
5.      Membina moral kelompok, menumbuhkan moral yang tinggi dalam pelaksanaan tugas sekolah pada seluruh staf.
6.     Memberikan pimpinan yang efektif dan demokratis.
Contoh Kepala sekolah selaku supervisor bertugas menyelenggarakan supervise mengenai
1)        Proses belajar mengajar
2)       Kegiatan bimbingan dan konseling
3)       Kegiatan ekstrakurikuler
4)       Kegiatan kerjasama dengan masyarakat dan instansi terkait
5)       Sarana dan prasarana
6)       Kegiatan OSIS
7)       Kegiatan 7K

5). Peran kepala sekolah sebagai leader
Peran kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu memberikan petujuk dan pengawasan guna meningkatkan kemampuan tenaga kependidian, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan wewenang.
Wahjosumidjo (1999) mengatakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kepala sekolah sebagai leader memiliki visi dan mempunyai peranan dalam mengelola visi menjadi sebuah kenyataan. Untuk menjadi pemimpin yang efektif menggunakan analitis yang dikembangkan dengan baik dan kemampuan intelektual dalam membimbing para staf dalam proses mengidentifikasi masalah-masalah, keterampilan politik dan manajemen untuk menyelesaikan konflik dan mampu membuat berbagai rencana kerja.
Pendapat di atas dapat memberikan gambaran bahwa peran kepala sekolah sebagai leader harus memiliki kepribadian yang kuat, memahami kondisi guru dengan baik, memiliki visi dan misi sekolah, memiliki kemampuan mengambil keputusan yang partisipatif dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi.
Contoh Kepala sekolah selaku pemimpin/leader
1)       Dapat dipercaya, jujur dan bertanggungjawab
2)       Memahami kondisi guru, karyawan dan siswa
3)       Memiliki visi dan memahami visi sekolah
4)       Mengambil keputusan urusan intern dan ekstern sekolah
5)       Membuat, mencari dan memilih gagasan baru
6). Peran kepala sekolah sebagai innovator
Inovasi penting dalam setiap kegiatan. Kepala sekolah harus memiliki inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolahnya.
Contoh Kepala sekolah selaku inovator
1)       Melakukan pembaharuan di bidang :
a.      KBM
b.      BK
c.      Ekstrakurikuler
d.     Pengadaan
2)       Melaksanakan pembinaan guru dan karyawan
3)       Melakukan pembaharuan dalam menggali sumber daya di komite sekolah dan masyarakat
7). Peran kepala sekolah sebagai motivator
Peran kepala sekolah sebagai motivator dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan sarana pembelajaran yang memadai. Pendapat hampir senada dikemukakan oleh Soetjipto dan Raflis Kosasi (1994: 220) bahwasanya peran dan fungsi kepala sekolah yaitu :
§  Merencanakan, menyusun, membimbing, dan mengawasi kegiatan administrasi pendidikan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan.
§  Mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan dari unit-unit kerja yang ada dilingkungan sekolah.
§  Menjalin hubungan dan kerjasama dengan orang tua siwa, lembaga-lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, dan masyarakat.
§  Melaporkan pelaksanaan dan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan administrasi disekolah kepada atasannya.
Dari peran kapala sekolah diatas maka dalam pelaksanaan KTSP memerlukan sosok kepala sekolah / madrasah yang memiliki kemampuan managerial dan integritas professional yang tinggi, serta demokratis dalam proses pengambilan keputusan-keputusan mendasar. Pada umumnya, kepala sekolah di Indonesia belum dapat dikatakan sebagai “manager professional”, karena system pengangkatan selama ini tidak didasarkan pada kemampuan atau pendidikan professional, tetapi lebih pada pengalaman menjadi guru. Hal ini disinyalir pula oleh laporan bank dunia (1999), bahwa salah satu penyebab makin menurunnya mutu pendidikan persekolahan di Indonesia adalah “kurang profesionalnya” para kepala sekolah sebagai manager pendidikan ditingkat lapangan. Dengan demikian pelaksanaan KTSP memerlukan perubahan system pengangkatan kepala sekolah / madrasah dari pengangkatan kerena kepangkatan atau pengalaman kerja sebagai guru kepada pengankatan berdasarkan kemampuan dan keterampilan secara professional.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran kepala sekolah sangat menentukan kelangsungan sekolah itu. Apabila peran-peran tersebut dapat dijalankan dengan sebagaimana mestinya, maka implementasi KTSP juga akan dapat berjalan secara lebih efektif


http://www.smpn1yk.netau.net/1_9_TUGAS-PENGELOLA SEKOLAH.html
http://ricky-diah.blogspot.com/2011/08/makalah-urgensi-kepala-sekolahdalam.html
/asharikeren.wordpress.com/2008/06/24/aministrasi-pengajaran-kurikulum-dan-guru/

perlunya evaluasi dalam kurikulum

Menurut Hamalik (2009:253)  evaluasi merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidik untuk memahami dan menilai suatu kurikulum. Menurut Norman E. Gronlund (dalam Purwanto, 2006: 3) evaluasi adalah “a systematic process of determining the extend to which instructional objectives are achieved by pupils” (Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa).
Dalam Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan disebutkan bahwa “Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik”.
Berdasarkan beberapa rumusan di atas dapat diketahui bahwa:
1.     Evaluasi merupakan proses untuk memperoleh seberapa jauh pengalaman belajar berkembang dan terorganisasi yang benar-benar menghasilkan hasil yang diinginkan,
2.    Evaluasi merupakan proses yang sistematis artinya dalam pengajaran kegiatan ini tentu direncanakan, berkesinambungan dari awal hingga akhir pelaksanaan program.
3.    Dalam evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang nantinya akan diolah dan hasilnya akan dijadikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan.
4.    Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa.     

A.  Tujuan Evaluasi Kurikulum
Diadakannya evaluasi di dalam proses pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan :
a.     Perbaikan Program
Dalam konteks tujuan ini, peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil evaluasi dijadikan input bagi perbaikan yang diperlukan di dalam program kurikulum yang sedang dikembangkan.
Disini evaluasi lebih merupakan kebutuhan yang datang dari dalam sistem itu sendiri karena evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.
b.    Pertanggung jawaban kepada berbagai pihak
Selama dan terutama pada akhir fase pengembangan kurikulum, perlu adanya semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup baik pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari kurikulum yang telah dikembangkan.
Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, ,orang tua, petugas pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang bersangkutan.
Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan suatu ‘keharusan’ dari luar. Sekalipun demikian hal ini tidak bisa kita hindari karena persoalan ini mencakup pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan pendidikan.
Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah dicapainya, pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang dikembangkan serta usaha lebih lanjut yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan, jika ada, yang masih terdapat. Untuk menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.
c.     Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan.
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan.
Pertama, apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada?
Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru tersebut akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada ? Ditinjau dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan, pertanyaan pertama dipandang tidak tepat untuk diajukan pada akhir fase pengembangan. Pertanyaan tersebut hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban – ya atau tidak. Secara teoritis dapat saja terjadi bahwa jawaban yang diberikan itu adalah tidak. Bila hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan biaya, tenaga dan waktu yang telah dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma; peserta didik yang telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase pengembangan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah diman aproses pengembangan itu berlangsung harus kembali menyesuaikan diri lagi kepada para lama; dan lambat laun akan timbul sikap skeptic di kalangan orang tua dan masyarakat terhadap pembaharuan pendidikan dalam bentuk apapun. Pertanyaan kedua dipandang lebih tepat untuk diajukan pada fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan- aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang bagaimana yang sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-persyaratan apa yang perlu dipersiapkan terlabih dahulu di dalam sistem yang ada. Pertanyaan-pertanyaan ini disarankan lebih bersifat konstruktif dan lebih dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral maupun teknis
 

Motifasi dalam Belajar



6.Adanya llingkkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik


> Hamzah. 2010. Teori Motifasi dan pengukurannya: Analisis di bibang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Selasa, 03 Januari 2012

Mengatasi anak malas


Orang tua sering marah jika anaknya malas.Padahal dalam banyak kasus,memarahi anak yang anak yang malas tidak membuat berubah menjadi bersemangat. Malas yang dimaksud disini adalah malas dalam arti umum. Misalnya, malas mand, malas melakukan segala sesuatu ; namun dalam usia sekolah , mlas yang terjadi pada anak yang di maksudkan di sini adalah terutama malas dalam belajar.
                Untuk mengatasi anak yang pemalas, orang tua perlu mengetahui penyebab aaanak menjadi malas. Beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi malas adlah sebagai berikut:
1.       Mendapatkan Tugas yang Banyak
Anak yang telalu banyak mendapatkan tugas dari sekolah akan merasakan beban yang terlalu berat.  Apa lagi sebagian besar dari tugas-ugas tersebut tidak dipahami dengan baik sang anak. Akhirnya anak menjadi malas untuk mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk tersebut.
Bagi beberapa anak yang memiliki pemahaman yang baik terhadap pelajaran yang di Prkan, tentu akan dikerjakan dengan senag hati. Namun, bagi beberapa anak yang tidak bisa memahami, sungguh hal ini adalah perkara yang berat sekali. Bila hampir semua guru pelajaran sekolah memberikan PR, maka mereka sudah merasa malas dalam mengerjakannya; bahkan hanya memandang dengan tatapan kosongterhadap buku-bukunya. Tidak lama setelah itu, malah beberapa kali menguap pertanda sangat mengantuk akit beban berat yang dirasakan
Unrtuk mengatasi anak yang malas karna mendapatkan tugas terlalu banyak dari sekolah, orang tua dapa menunjukan bahkan dengan senag hati menemani anaknya dalam mengerjakan tugas. Dengan begitu anak tidak merasa sendirian dan merasa dirinya diperhatikan oleh orang tuanya

2.       Terlalu Dimanja
Terlalu dimanja oleh orang tua juga menyebabkan sang anak menjadi pemalas. Ia menjadi pemalas karena tidak pernah terlatih untuk mengerjakan segala sesuatu sendiri. Segala segala sesuatunya telah dipersiapkan oleh orang tuanya.
Disamping akan menjadi pemalas, anak yang terlalu dimanjakan akan menjadi anak yang tidak mempunyai kreatifitas, perasaanya menjadi tumpul, tidak bisa membangun empati, simpati dan toleransi kepada orang lain sehingga akan menjadi anak yang tidak mempunyai  kepedulian terhadap lingkungan.
Untuk mengatasi anak yang malas akibat terlalu dimanja, sudah tentu orang tua harus memberikan kepercayaan kepada anaknya untuk melakukan beberapa pekerjaan yang memang sudan sejarnya dilakukan oleh anak seusianya. Dengan demikian, sedikit demi sedikit orang tua juga mengurangi sifatnya yang terlalu memanjakan anaknya. Satu hal peting yang harus dipahami adalah tidak memanjakan anak bukan berarti tidak sayang kepada anaknya. Rasa sayang orang tua kepada anaknya diwujudkan dngan cara mendampingi anak menuju masa kedewasaan.

3.       Dididik Dengan Keras dan Kaku
Dididik dengan keras dan kaku juga menyebabkan anak menjadi malas. Sungguh, cara  mendidik yang seperti ini tidak tepat dalam membangun perkembang jiwa anak yang merdeka. Apa lagi dalam pendidikan yang otoriter semacam ini tak lepasdari segala hal yang bersifat hukuman dan ancaman cara seperti ini sama sekali tidak mencerdaskan otak anak justru menjadi tumpul sehingga ia menjadi malas.
Beberapa orang tua yang suka cara mendidik anak dengan keras dan kaku sering beralasan demi menegakkan kedisiplinan. Padahal, kedisiplinan terbaik hanya bisa ditegakkan dengan subuah kesadaran akan pentingnya sesuatu hal; bukan dengan paksaan. Disinilah pentinngnya bagi setiap orang tua untuk bisa membangun kesadaran dalam diri anak-anaknya. Sedangakan cara efektif untuk membangun kesadaran adalah dengan dialog dan dengan hati yang ringan. Dengan demikian, anka akan senag dalam melakukan sesuatu dan jauh dari sifat malas.

4.       Tidak Ada Perhatian Dari Orang Tua
Perhatian dari orang tua sangat besar pengaruhnya dalam membentuk anak akan menjadi aktif atau sebaliknaya, menjadi anak pemalas. Dalam beberapa kejadian anak menjadi malas karena orang tuanyatidak membberikan perhatian. Misalnya, pada hari pertama sekolah anaknya, orang tidak mengantar  saat pulang sekolah pun orangnya tidak bertanya tentang bagaimana ia di sekolah. Padahal bagi sang anak memasuki dunia baru di sekolah adalah hal yang luar biasa. Ketika anakterlebih dahulu ditanya tentang pengalamannay, hal ini merupakan bentuk perhatian yang besar baginya.
Oleh karena itu, apabila anak tampak malas dalam mengerjakan segala sesuatu, termasuk malas berangkat ke sekolah, orang tua perlu mencari penyebabnya. Salah satunya bisa jadI karena orang tua  kurang atau bahkan tidak memberikan perhatian kepada anaknya.

5.       Tidak didik Belajar Aktif.
Dlam belajar di sekolah, kita mengenal Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Bila hal ini benar-benar dipraktekan , maka siswaakan jauh dari sifat malas. Akan tetapi jika yang terjadi sebaliknya, yakni metode belajar yang hanya mengacu kepada membaca dan menulis buku, siswa diperlukan secara pasif dalam menerima pelajaran, tidak ada kreatifitas yang membuat anak terpancing untuk kreati, maka anakpun akan menjadi malas.
                Demikian pula denag cara belajar ketika berada di rumah. Orang tua tidak bisa mempercayakan sepenuhnya pada pendidikan di sekolah begitu saja tanpa mengontrol belajarnya ketika dirumah. Dalam hal ini orang tua perlu bertanya tentang jadwal sekolah pada keesokan harinya, sudah beljar atau belum, ada pekerjaan rumah atau tiadak dan mendampingi anaknya ketika belajar. Apabila anak mengalami kesulitan mengerjakan tugas dari sekolah, orang tua tidak seta merta mengambil alih untuk mengerjakan tetapi membantu anaknya dalam hal bagaimana ia bisa menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian anak akan tetap teliahat aktif dalam belajar.
  •  Azzet.A Muhaimin. 2010. Buku pintar Mengatasi Anak Nakal. Jogjakarta . katahati


itulah sekilas tentang cara-cara mengatasi anak nakal, mudahan bisa bermanfaat bagi yang membacanya. terimakasihhh...............

Senin, 02 Januari 2012

penyesuaian diri bagi peserta didik

·         Asalamualaikum...
se  seberapa penting ya penyesuain diri bagi peserta didik? tentunya kita bisa merasakannya sejauh mana peran penyesuaian diri bagi siswa, sebenarnya penyesuain diri tidak hanya dirasakan oleh siswa saja tapi oleh banyak kalangan yang utama yaitu orang-orang yang baru merasakan lingkungan baru. Dibawah ini beberapa penjelasan tentang penyaesuaian diri.  

A.    Pengertian
Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri. Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Sebelumnya Scheneiders (dalam Yusuf, 2004), juga menjelaskan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup.

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah Adjustment atau personal Adjustment. Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Schneiders ( 1984 ) dapat ditinjau dari 3 sudut pandangan yaitu:
1.      Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi ( Adaptation )
Dilihat dari latar belakang perkembangannya, penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (Adaptation) padahal adaptasi pada umumnya lebih mengarah oada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologi dan biologis. Misalnya, Seseorang yang pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin , harus adaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut. Dengan demikian dilihat dari sudut pandang ini, Penyesuain diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri sevra fisik  ( sulvival )

2.      Penyesuaian Diri sebagai bentuk Konformitas ( Conformiti )
Penyesuaian yang mencangkup konformitas terhadap suatu norma, menyiratkan bahwa indifidu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus mamapu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, social, maupun emosional. Dalam dudut pandang ini, individu selalu diarahkan pada tuntutan konformitas dan terancam tertolak dirinya manakala perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Keragam pada individu menyebabkan penyesuaian diri tidak bisa dimaknai sebagai usaha konformitas. Misalnya, pola perilaku pada anak-anak berbakat atau ank-anak genius ada yang tidak berlaku atau tidak dapat diterima oleh anak-anak berkemampuan biasa. Namun demikian, tidak data dikatakan bahwa mereka tidak mampu menyesuaikan diri. Norma social dan budaya terkadang terlalu kaku dan tidak masuk akal untuk dikenakan pada anak-anak yang memiliki keunggulan tingkat intelegensi yang tinggi atau anak berbakat.Selain itu norma yang berlaku pada suatu budaya   tertentu tidak sama dengan norma pada budaya lain. Denga demikian, Konsop penyesuaian diri sesungguhnya bersifat dinamis dan tidak dapat disusun berdasarkan konformitas social.

3.      Penyesuaian Diri Sebagai Usaha Penyesuaian Diri ( Mstery )
Kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara sehingga konfli,kesulitan dan frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri dapat diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkandiri sehingga dorongan, emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah. Hal ini juga berarti penguasaan dalam memiliki kekuatan terhadap lingkungan. Yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan realitas berdasarkan cara-cara yang baik, akuran, sehat dan mampu bekerjasama dengan orang lain secara efektif, serta mampu memanipulasi factor lingkungan sehingga penyesuaian diri dapat berlangsung dengan baik.
Jadi Penyesuain diri merupakan proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.

B.     Aspek-aspek penyesuaiandiri
Pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut
    1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
    1. Penyesuaian Sosial
Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
C.     Pembentukan Penyesuaian Diri
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Lingkungan Keluarga
Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari.
Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu tersebut.
Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal tersebut.
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.
  1. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimilikinya.
  1. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
D.    Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Hariyadi terdapat beberapa karakteristik penyesuaian diri yang positif, diantaranya:
·         Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan di samping kelebihan-kelebihannya. Individu tersebut mampu menghayati kepuasan terhadap keadaan dirinya sendiri, dan membenci apalagi merusak keadaan dirinya betapapun kurang memuaskan menurut penilaiannya. Hal ini bukan berarti bersikap pasif menerima keadaan yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan mengembangkan segenap bakat, potensi, serta kemampuannya secara maksimal.
·         Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri positif memiliki ketajaman dalam memandang realita, dan mampu memperlakukan realitas atau kenyataan secara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia dalam berperilaku selalu bersikap mau belajar dari orang lain, sehingga secara terbuka pula ia mau menerima feedback dari orang lain.
·         Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya. Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya dan akan melakukan hal-hal yang jauh di luar jangkauan kemampuannya. Hal ini terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
·         Memiliki perasaan yang aman dan memadai Individu yang tidak lagi dihantui oleh rasa cemas ataupun ketakutan dalam hidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti pula bahwa orang tersebut mempunyai harga diri yang mantap, tidak lagi merasa terancam dirinya oleh lingkungan dimana ia berada, dapat menaruh kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menerima kenyataan terhadap keterbatasan maupun kekurangan-kekurangan dan lingkungan-nya.
·         Rasa hormat pada manusia dan mampu bertindak toleran Karakteristik ini ditandai oleh adanya pengertian dan penerimaan keadaan di luar dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau keinginannya.
·         Terbuka dan sanggup menerima umpan balik Karakteristik ini ditandai oleh kemampuan bersikap dan berbicara atas dasar kenyataan sebenarnya, ada kemauan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakunya.
·         Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi Hal ini tercermin dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain, yakni tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempunyai pengertian yang dalam, dan sikapnya wajar.
·         Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya.
·         Individu mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpa adanya paksaan dalam setiap perilakunya. Sikap dan perilakunya selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas keinsyafan sendiri.
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:
a.       Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
b.      Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya
c.        Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
d.      Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti. Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
e.       Penyesuaian dengan menggali kemampuan pribadi. Individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misal seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis (me-ngarang), dari usaha mengarang ia dapat membantu mengatasi kesulitan dalam keuangan.
f.       Penyesuaian dengan belajar. Individu melalui belajar akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri. Misal seorang guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
g.      Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Selain itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
h.      Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Individu mengambil keputusan dengan pertimbangan yang cermat dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya

Jadi Penyesuain diri merupakan proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya

Muda-mudahan bermanfaat bagi para pembaca ya?? asalamuaikum....    :D